KILAS24.CO, BOLTIM – Bupati Sam Sachrul Mamonto mempercayakan enam pejabat perempuan menjadi camat. Ke-enam pejabat perempuan tersebut adalah; Frida Manoppo sebagai Camat Kotabunan, Rita Kamumu Camat Tutuyan, Haslinda Kadengkang Camat Nuangan, Rosni Mamonto Camat Motongkad, Sarpia Mamonto Camat Modayag Barat serta Feine Sumual Camat Mooat.
Enam camat perempuan itu diyakini bisa menerjemahkan program yang sedang dan akan dilaksanakan pemerintah di wilayah masing-masing. “Perempuan bisa, tapi jarang diberi kesempatan. Saya yakin enam camat perempuan ini punya kemampuan yang tak kalah dengan laki-laki,” kata Bupati Sam Sachrul Mamonto.
Ada tujuh camat yang dilantik bupati bersamaan dengan pejabat struktural lainnya pada Jumat (10/9). Dari tujuh camat tersebut, hanya satu diantaranya yang laki-laki, yakni; Asral Mamonto sebagai Camat Modayag. Sedangkan sisanya adalah perempuan. Dipilihnya enam dari tujuh camat dari kaum perempuan itu bukan tanpa alasan. Menurut bupati, Bolaang Mongondow Timur (Boltim) sebagai daerah tujuan wisata sangat membutuhkan sentuhan kaum perempuan, terutama dalam menata wilayah kecamatan hingga tingkat desa.
“Mereka dijadikan pemimpin kecamatan untuk memperindah semua wilayah. Bukan hanya tempat wisata, tapi desa kita menjadi indah, kecamatan indah dan Kabupaten Boltim secara keseluruhan akan diperindah oleh ibu-ibu (perempuan),” ujar bupati.
“Di kabinet Jokowi (Presiden Joko Widodo) ada menteri perempuan yang mengalahkan banyak menteri laki-laki, yaitu Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Kelautan Susi Pudjiastuti. Nah saya yakin mereka (camat perempuan) bisa menjadi Sri Mulyani dan Pudjiastuti Boltim,” tambah bupati.
Langkah bupati menunjuk enam pejabat perempuan itu mendapat apresiasi dari Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) Sulawesi Utara (Sulut), Yowanda Yonggara, SH, M.Kn.
Menurutnya, penunjukan enam pejabat perempuan sebagai camat itu menunjukkan komitmen pemerintah atas pengarusutamaan gender (PUG) sebagaimana diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2000, dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang menegaskan soal pemberdayaan perempuan yang wajib juga dilakukan di daerah.
“Dengan diberikannya kesempatan bagi perempuan memegang posisi strategis, maka secara perlahan ini bisa menghancurkan fenomena glass ceiling yang kerap kali dialami perempuan dalam menempuh karir yang ditekuninya. Dimana stereotip lingkungan menganggap perempuan tidak layak menjadi pemimpin. Ini mengakibatkan terjadinya ketimpangan gender sehingga perempuan akan lebih sulit mendapatkan pencapaian di tempat kerjanya,” ungkapnya. (rmb)