KILAS24.CO,OLAHRAGA – Bagi penggemar sepakbola di era 90-an hingga awal Tahun 2000, nama Fiorentina diingat sebagai klub hebat dari Italia, dengan permainannya yang impresif membuat klub berjuluk La Viola ini menjadi salah satu klub yang disegani di Italia dan di Eropa.
Klub yang mempunyai nama lengkap Associazione Calcio Firenze Fiorentina ini berdiri pada Tahun 1926 dan berhasil mengoleksi 2 gelar Serie A, yakni pada tahun 1956 dan 1969.
Namun, yang paling diingat dari Fiorentina bukanlah 2 gelar Scudetto mereka. Melainkan kegemilangan di ajang Serie A Italia era 90-an. Di masa-masa tersebut, La Viola mampu menjelma sebagai kekuatan baru di Serie A Italia.
Di era 90-an hingga awal 2000, Serie A jadi liga paling kompetitif di Eropa. Tak heran jika para kompetitor atau klub Serie A Italia mendapatkan banyak sorotan. Tak terkecuali Fiorentina.
Sempat terdegradasi ke Serie B pada 1993, Fiorentina kembali ke Serie A setahun kemudian. Di sinilah Fiorentina menunjukkan peforma gemilangnya.
Saat itu, Fiorentina dilatih oleh pelatih yang sedang naik daun, Claudio Ranieri dengan diperkuat oleh pemain-pemain muda yang siap merajai Serie A. Sebut saja penjaga gawang utama, Francesco Toldo, bek yang baru saja memenangi Piala Dunia, Marcio Santos, gelandang serang Portugal, Rui Costa dan tentu saja penyerang jempolan asal Argentina, Gabriel Omar Batistuta.
Sorotan utama dari kembalinya Fiorentina ke Serie A pada musim 1994/1995 adalah kehebatan duet Rui Costa dan Batistuta. Rui Costa jadi “pelayan” utama Batistuta yang berhasil jadi top skor Serie A di musim tersebut.
Sayangnya, kegemilangan Batistuta bersama Rui Costa tak bisa membantu Fiorentina berada di papan atas klasemen. Mereka mengakhiri musim 1994/1995 di peringkat ke-10.Semusim setelahnya, Fiorentina mulai menunjukkan tajinya. Masih dilatih oleh Claudio Ranieri, Fiorentina menapaki musim terbaiknya usai terdegradasi.
La Viola masih mengandalkan Rui Costa dan Batistuta di lini depan. Sayangnya, perbendaharaan gol Batistuta tak sebaik musim sebelumnya. Kabar baiknya, lini belakang Fiorentina jauh lebih kuat. Ini berkat tambahan pemain bagus macam Stefan Schwarz dan Michele Serena.
Di musim ini, Fiorentina mencatatkan prestasi gemilang. Yakni memenangkan gelar Coppa Italia sekaligus menempati peringkat keempat klasemen akhir Serie A. Berkat penampilan impresifnya itu, Fiorentina kembali mencicipi kerasnya kompetisi Eropa lewat Winners Cup setahun kemudian.
Semusim setelahnya, grafik penampilan Fiorentina naik turun. Karena fokusnya terbelah, Fiorentina hanya bisa menempati peringkat ke-9. Akibat dari hal tersebut, pelatih Claudio Ranieri pun dipecat.
Pada musim 1997/1998, Fiorentina kembali ke trek yang benar. Memulai musim dengan pelatih baru, Alberto Malesani, Fiorentina kembali ke 5 besar klasemen. Di musim itu, Batistuta punya pasangan penyerang dalam diri Luis Oliviera. Mereka sukses mengemas total 36 gol di Serie A.
Masa Keemasan dan Kebangkrutan
Puncak peforma impresif Fiorentia terjadi pada musim 1998/1999. Mereka jadi kandidat juara Serie A bersama dengan AC Milan dan Lazio.
Di awal musim, terjadi goncangan yang cukup luar biasa di tim. Alberto Malesani yang baru semusim melatih angkat kaki dari Fiorentina. Malesani memilih untuk melatih tim kuda hitam lain, Parma.
Ditinggal Malesani, manajemen Fiorentina membuat gebrakan dengan mengontrak pelatih yang sudah punya nama yaitu Giovanni Trappatoni. Lewat tangan dingin Trappatoni, Fiorentina jadi tim yang sangat ganas.
Nama-nama lama masih menghiasi skuad Fiorentina. Seperti Toldo, Rui Costa dan Batistuta. Mereka berpadu dengan pemain baru macam Edmundo, Christian Amoroso dan Domenico Morfeo.
La Viola sempat memimpin klasemen Serie A Italia dalam jangka waktu yang lama. Sayangnya di penghujung musim, Fiorentina keteteran. Pada akhirnya, AC Milan jadi peraih gelar Scudetto dan Fiorentina harus puas berada di peringkat ketiga klasemen, di bawah Lazio.
Usai menikmati masa-masa keemasan, pelan tapi pasti Fiorentina berada di jurang kehancuran. Musim 1999/2000 jadi kebersamaan terakhir Fiorentina bersama sang penyerang andalan Batistuta. Semusim setelahnya, Batistuta hengkang ke AS Roma. Ini jadi pukulan telak bagi para pendukung Fiorentina.
Setelah ditinggal Batistuta dan beberapa pemain kunci lain, Fiorentina semakin terperosok. Puncaknya terjadi pada musim 2001/2002. Masalah finansial dan manajerial membuat Fiorentina kelimpungan. Alhasil, mereka hanya mampu menempati peringkat ke-17 dan terdegradasi.
Segala sesuatu jadi makin buruk ketika utang dan masalah finansial terus menerpa Fiorentina. Mereka pun dinyatakan bangkrut dan dihukum turun ke divisi bawah, Serie C2. Cerita manis Fiorentina di era 90-an akhirnya berakhir sudah.
Pahit manis perjalanan Fiorentina di era 90-an jadi cerita tersendiri. Sejarah yang benar-benar memberi warna bagi para penggila dan pencinta Serie A Italia.
Sumber: jurnaba.co