Timnas Italia mengawali kampanye juara Euro 2020 dengan hasil gemilang, kala mencukur wakil Eropa Tenggara Turki 3-0, Sabtu (12/5/2021) dini hari.
Badai serangan ala Gli Azzurri yang tiada henti benar-benar merontokkan lawan dari segi mental, strategi permainan, hingga rekor apik yang dikemas skuad asuhan Senol Gunes selama babak kualifikasi.
Rekor dimaksud adalah pertahanan paling kokoh selama babak kualifikasi Euro 2020 yang hanya kebobolan tiga gol, hancur lebur dalam 2 kali 45 menit diberondong 3 gol hasil tiki-taka ala Negeri Pizza.
Tampil di hadapan pendukung sendiri, Gli Azzurri langsung mendominasi penguasaan bola sejak kick off, namun baru bisa memecah kebuntuan pada awal babak kedua.
Prediksi pertarungan ketat di lini tengah yang diungkap para pengamat bola dunia benar-benar terjadi di sepanjang babak pertama, karena Turki mampu meladeni permainan penguasaan bola Italia, sambil sesekali melakukan serangan balik cepat.
Penampilan hebat Kiper Turki Ugurcan Akir juga menjadi salah satu faktor penambah ketatnya pertarungan di babak pertama, lewat sejumlah penyelamatan gemilang termasuk menggagalkan sundulan Giorgio Chiellini.
Secara garis besar, babak pertama terlihat sangat menarik dengan permainan sabar Turki dalam meladeni gempuran Italia yang datang dari semua sisi.
Demikian juga dengan tembok pertahanan yang digawangi pemain Juventus Merih Demiral tampil sesuai skema permainan yang diharapkan pelatih Senol Gunes, kokoh dan tanpa kompromi dalam membendung trisula maut Negeri Pizza Domenico Berardi, Lorenzo Insigne dan Ciro Immobile.
Kesabaran dalam membangun serangan turut diperlihatkan Italia di sepanjang babak pertama, meski sejumlah peluang lewat kaki Insigne, Immobile dan Chiellini berakhir sia-sia.
GOL DEMIRAL BUYARKAN KONSENTRASI TURKI
Petaka untuk Turki datang pada 8 menit pasca turun minum.
Domenico Berardi yang lepas dari pengawalan pemain belakang Turki masuk ke kotak penalti dan melepaskan umpan silang rendah yang menghadirkan petakan bagi pertahanan solid Turki.
Begitu sulitnya untuk dihentikan, hingga berujung salah antisipasi Demiral dan secara tidak sengaja justru membelokkan bola ke gawang sendiri.
Selain mencatat rekor menjadi gol pembuka Euro perdana yang diciptakan lewat bunuh diri, kesalahan Demiral juga membuka keran semangat Italia untuk meningkatkan tempo permainan.
Immobile membuka parade golnya pada pentas Euro 13 menit setelah gol bunuh diri Demiral.
Sebuah tembakan keras Spinazzola gagal diantisipasi dengan baik Ugurcan mengarah kepada predator Lazio yang dengan elegan menceplos bola ke sisi kanan gawang sekaligus mewmberi keunggulan 2-0 bagi Italia.
Gol Immobile semakin menghancurkan mental tim Turki, dibuktikan dengan keputusan Gunes untuk mengganti seluruh amunisi lini tengahnya setelah 65 menit pertandingan berlangsung.
Namun badai yang diciptakan Italia masih berlanjut lewat sebuah gol indah Insigne lewat tendangan melengkung yang melesat ke arah kanan gawang dan tak mampu diantisipasi Ugurcan.
Kemenangan ini menjadi hasil yang pantas bagi Italia, merujuk pada jalannya pertandingan di babak kedua yang sangat berat sebelah.
Skema permainan Italia berjalan mulus, mengalirkan bola dari kaki ke kaki, menguasai lebar lapangan serta bertahan dengan taktis.
Sementara strategi yang diharapkan pelatih Turki hancur lebur, dengan pemandangan seluruh amunisi di lini tengah dan belakang terlihat seperti kehabisan bensin dalam menghalau gempuran yang tidak ada hentinya dari Italia.
Rencana meladeni permainan lini tengah Italia, bertahan rapat dan sesekali melakukan serangan balik cepat lewat aliran bola panjang ke arah striker veteran Burak Yilmaz tidak terlaksana sesuai harapan.
Jurnalis senior Media dan Komunikasi Federasi Sepak Bola Turki Görkem Kirgiz pada laman resmi UEFA mengatakan, Italia menguasai permainan sejak awal.
Sementara Turki hanya berusaha untuk tetap tenang, sabar dan tetap pada rencana permainan mencari serangan balik.
Akan tetapi Italia terus menguasai bola dan terus meningkatkan bahaya bagi pertahanan Turki di sepanjang 2×45 menit pertandingan berlangsung.
“ The Crescent Stars mungkin bisa meraih hasil yang sedikit berbeda jika tidak ada gol bunuh diri Demiral.
“ Namun semua berubah pasca gol Demiral, mental tim hancur dan skema permainan tidak lagi berjalan sesuai rencana.
“ Ini hasil yang sangat pantas bagi Italia. Kini Turki harus focus pada dua laga selanjutnya melawan Wales dan Swiss,” ungkap Kirgiz.
Hal senada disampaikan Jurnalis spesialis olahraga Italia Paolo Menicucci yang mengatakan Italia dominan di babak pertama namun kurang sentuhan akhir untuk menciptakan gol.
“ Azzurri mendapatkan angin lewat gol bunuh diri Demiral. Setelah gol ini, tensi serangan mereka semakin meningkat. Sementara lini pertahanan sangat kokoh. Tim ini memiliki harapan untuk melangkah jauh di turnamen Euro 2020,” tandas Menicucci.
SIGNAL KESERIUSAN ITALIA JADI KAMPIUN
Hasil menawan yang diperlihatkan Italia sepanjang babak kualifikasi hingga laga perdana melawan Turki memperlihatkan perubahan gaya permainan Italia yang selama ini terkenal sangat mengandalkan ketangguhan para pemain bertahan mereka.
Euro 2021 sepertinya bakal menjadi panggung pertunjukan perubahan Italia dengan gaya sepak bola menyerang yang mampu mendominasi lawan sepanjang pertandingan.
Tak hanya membangun serangan lewat lini tengah, Italia bahkan mampu menampilkan serangan lewat semua lini yang mereka turunkan, termasuk mengancam lewat duo center back Chiellini dan Bonucci.
Aliran bola dari kaki ke kaki yang diperagakan Italia sangat dinamis, dan mengalir tiada henti dari semua sisi lapangan.
Formasi menyerang 4-4-3 benar-benar diterapkan secara agresif dan telah memakan Turki sebagai korban perdana.
Dalam formasi ini, Mancini menempatkan trisula Berardi, Insigne dan Immobile di lini depan.
Hasilnya luar biasa, trio ini benar-benar terus memberi ancaman bagi pertahanan lawan di sepanjang laga, dengan total melepaskan 15 shots.
Khusus Berardi, meski tidak mencetak gol seperti dua anggota trisula lainnya, namun pemain Sassuolo ini sangat dominan dalam serangan serta menghasilkan lima peluang sepanjang laga, dimana satu diantaranya berujung gol bunuh diri Demiral.
Jika pola ini terus diandalkan Mancini, mantan pelatih Lazio dan Manchester City ini tentu tak akan terlalu pusing dengan potensi gangguan yang akan mengganggu strategi seperti cedera.
Sebab pos trisula ini juga bisa dimainkan oleh pemain lain seperti Andrea Belotti, Federico Chiesa, Federico Bernardeschi dan Giacomo Raspadori, dengan pilihan variasi gaya permainan yang berbeda.
Sementara di lini tengah, absennya Marco Veratti yang selama ini menjadi salah satu pusat permainan Italia, ternyata tidak berpengaruh signifikan.
Dibuktikan dengan dua laga terakhir Italia, mulai dari kemenangan 4-0 atas Republik Ceska serta saat menghempaskan Turki di laga perdana 3-0.
Dalam skema awal Mancini, Veratti dan Lorenzo Pellegrini kerap menjadi andalan di lini tengah Italia, namun kedalaman skuad yang merata membuat peran keduanya mampu ditutupi amunisi lain seperti Manuel Locatelli, Jorginho dan Nicolo Barella.
Perlu diingat, selain nama-nama yang telah disebutkan masih terdapat nama Bryan Christante dan Matteo Pessina yang memiliki kemampuan serupa serta siap dicoba dalam starting line-up selanjutnya.
Di lini belakang, Italia tak hanya kokoh namun mampu ikut naik menebar ancaman bagi pertahanan lawan.
Lihatlah bagaimana duo bek sayap Spinazzola dan Alessandro Florenzi yang tampil sangat mobile dalam memberikan tekanan ke jantung pertahanan Turki, namun sangat cepat turun bertahan kala tim mendapatkan serangan balik.
Sementara Chiellini dan Bonucci sama garangnya, tak hanya focus mengawal pertahan, duet ini turut mampu membantu aliran serangan, mengirim umpan panjang, melakukan tembakan jarak jauh hingga melakukan percobaan menciptakan gol.
Ini adalah signal keseriusan Mancini dalam upaya merebut gelar kampiun eropa yang saat ini masih dipegang Portugal.
Mungkin masih terlalu premature untuk peringatan tersebut, mengingat ini baru laga perdana.
Namun fakta Italia tak pernah kalah sepanjang babak kualifikasi menunjukan keseriusan untuk gelar yang telah tertunda selama 53 tahun setelah terakhir memenangkan pada tahun 1968.
Bagaimana tanggapan para pembaca sekalian?, apakah penampilan Italia saat mengalahkan Turki cukup untuk menjadi rujukan mereka bakal terus melaju hingga partai puncak dan menjadi juara?
Tuliskan pendapat kalian di kolom komentar. (fed)