KILAS24.CO,SEJARAH – Di era digital seperti sekarang ini, banyak anak-anak yang sudah tidak tertarik lagi dengan sejarah apalagi sejarah dari daerah sendiri karena kebanyakan dari mereka sudah terjebak dengan aplikasi-aplikasi yang disajikan oleh perusahaan-perusahaan gawai ternama.
Oleh sebab itu perlu adanya konten-konten tentang sejarah untuk menarik minat masyarakat terutama anak-anak untuk lebih mengenal sejarah daerah mereka sendiri, pada rubrik kali ini redaksi Kilas24.co akan mengulik secara ringkas sejarah penyebutan tanah totabuan yang sudah menjadi ciri khas dari daerah Bolaang Mongondow yang terletak di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) tersebut.
Bolmong dikenal dengan istilah Tanah Totabuan yang artinya tempat mencari nafkah, dimana pada masa itu, masyarakat yang tinggal di daerah pedalaman (Passi dan Lolayan) selalu membutuhkan garam, ikan dan hasil hutan untuk kebutuhan hidupnya. Untuk memenuhi kebutuhan ini biasanya kaum lelakinya meninggalkan desa masuk ke hutan untuk mencari damar, atau menuju daerah pesisir pantai untuk membuat garam (modapug) dan menangkap ikan.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, biasanya mereka tinggal agak lama di wilayah pesisir. Selain membuat garam dan menangkap ikan, mereka juga membuat kebun dan menanaminya dengan padi, jagung, dan kelapa (tanaman ini sudah dikenal sejak zaman pemerintahan Tadohe yang diperkenalkan oleh bangsa Spanyol sekitar abad ke 17). Tanah yang di tempati inilah yang disebut Totabuan. Bila mereka sudah merasa nyaman tinggal di wilayah pesisir ini, biasanya anggota keluarganya akan ikut bersama menetap di Totabuan.
Sedangkan nama Bolaang itu sendiri berasal dari kata Bolango atau Balangon yang artinya Laut. Kata itu juga bisa berasal dari kata Golaang yang artinya menjadi terang atau terbuka dan tidak gelap. Sementara kata Mongondow berasal dari kata Momondow yang artinya berseru tanda kemenangan.
Leluhur suku Bolmong diyakini berasal dari rombongan Deutro Melayu periode gelombang kedua yang hijrah ketika dinasti Kublai Khan runtuh pada abad XII. Diantara orang-orang Mongolia tersebut terdapat 2 pasang suami istri yang diyakini sebagai leluhur dari suku Bolmong yaitu:
GUMALANGIT atau BUDU LANGIT (laki-laki yang turun dari langit) menikah dengan TENDEDUATA atau SANGO-SANGONDO (perempuan cantik seperti dewi) kemudian memperoleh dua anak perempuan bernama DUMONDOM atau DININDONG dan SAMALATITI.
TUMOTOI BOKOL (laki-laki yang berjalan diatas ombak) menikah dengan TUMOTOI BOKAT (perempuan yang berjalan dipecahkan ombak) kemudian memperoleh seorang anak laki-laki bernama SUGEHA.
SUGEHA dan DUMONDOM kemudian menikah setelah beranjak dewasa.
Ketiga rumah tangga tersebut kemudian terus melahirkan keturunan yang nantinya menjadi cikal bakal lahirnya suku Bolaang Mongondow.
Setiap kelompok keluarga dalam suku Bolaang Mongondow biasanya dipimpin oleh seorang Bogani yang dapat berupa laki-laki maupun perempuan yang dipilih dari anggota kelompok keluarga dengan syarat: memiliki rasa tanggung jawab yang kuat terhadap keselamatan dari gangguan pihak musuh maupun terhadap kesejahteraan kelompok, cerdas, berani, bijaksana, serta memiliki kemampuan fisik yang kuat.
Sejak awal masyarakat Bolmong mengenal tiga macam nilai-nilai gotong royong yang masih lestari dan terpelihara sampai sekarang yaitu: Pogogutat (potolu adi’), Tonggolipu’, Posad (mokidulu).
Ketika kedatangan tamu yang sedang bertandang pada masa kerajaan dahulu, biasanya suku Bolaang Mongondow menyuguhi tamu tersebut sirih pinang baik pada tamu laki-laki maupun perempuan terutama tamu yang berumur lebih tua. Sirih pinang tersebut ditempatkan didalam kabela (dari kebiasaan dalam menyambut tamu inilah tercipta Tari Kabela sebagai Tari Menjemput Tmu). Tamu dari kalangan terhormat terutama dari kalangan pejabat di jemput dengan sambutan upacara adat tersebut. Tarian Kabela sampai saat ini masih tetap dilestarikan pemda setempat dalam menyambut tamu terutama tamu yang berasal dari Ibu kota maupun luar negeri.
Selain Tari Kabela, terdapat beragam tarian yang ada di Bolmong lainnya diantaranya tarian tradisional yang terdiri dari Tari Tayo, Tari Rongko atau Tari Ragai, Tari Mosau, Tari Joke’, Tari Tuitan, juga tarian kreasi baru seperti Tari Pomamaan, Tari Kabela, Tari Monugal, Tari Kalibombang, Tari Mokoyut, Tari Mokosambe, dan Tari Kikoyog.
*Dikutib dari berbagai sumber.