KILAS24.CO,BOLMONG – Pasca dilantik sebagai Ketua DPD KNPI Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong), Feramitha Tiffani Mokodompit, mulai tancap gas dengan memenuhi berbagai undangan organisasi kepemudaan.
Terbaru, Mitha sapaan akrab Feramitha Tiffani Mokodompit, menghadiri kegiatan FGD yang digelar Pemuda GMIM dan KNPI Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), bertempat di JG Center Minahasa Utara, Jumat (28/10/2022).
Dalam FGD tersebut, Mitha juga dipercaya untuk menjadi salah satu narasumber. Kegiatan FGD itu, mengusung tema “Bersatu Bangun Bangsa: Mempererat Toleransi Dalam Bingkai Kebinekaan”.
Hadir juga GP Ansor, Pemuda Muhammadiyah, Pemuda Hindu, Pemuda Budha, GMKI, GAMKI, KNPI dan Pemuda GMIM, lintas aktifis Sulawesi Utara.
Moderator memberikan waktu kepada Feramitha untuk menyampaikan pandanganya tentang pemuda, toleransi, keberagaman dan gender di Sulawesi Utara di kaitkan dengan momentum Paringatan Hari Sumpah Pemuda ke-94 tahun dan bagaimana pemuda mengaktualisasikan dalam kehidupan sosial.
Mitha pun langsung memaparkan tentang sejarah lahirnya sumpah pemuda 28 Oktober 1928 hingga peran pemuda.
“Sumpah pemuda lahir jauh sebelum kemerdekaan. Saat itu pemuda bergerak dengan jiwa patriotisme. Pemuda harus kaya gagasan. Tingkat pengetahuan dan literasi perlu ditingkatkan,” kata Mitha.
Turut dihadiri Gubernur Sulut diwakili oleh Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Sulut Steven Liow berserta para tokoh agama di Sulut.
FGD ini dilakukan secara panel yang setiap pemateri diberikan kesempatan 7-10 menit untuk pemaparan.
Narasumber pertama dari GAMKI, kedua Pemuda Muhammadiyah, ketiga dari Pemuda Ansor. Selanjutnya dari pemuda Hindu, pemuda Budha, Ketua KNPI Bolmong, Pemuda GMIM.
Menurutnya, dahulu banyak elemen pemuda dari berbagai suku, ras, agama dan budaya pada tahun 1928 telah bersatu. Dengan itu, lahirlah kesepakatan pada kongres Batavia pada saat itu.
”Ini menandakan sebelumnya dinegara kita ini sudah diberkahi dengan namanya toleransi. Saya memaknai toleransi ini sebagai pilar pemersatu bangsa,” kata Mitha.
Ia mengatakan untuk anak muda saat ini sudah bijaksana dalam menggunakan media sosial (medsos). Namun ketika memainkan medsos malah menimbulkan intoleransi, ancaman-ancaman radikalisme.
Ini kata Mita, berangkat dari kurangnya literasi dari anak-anak muda sekarang. “Saya kira FGD ini salah satu ide yang baik dalam memberikan pemahaman kepada anak- anak muda kita terkait toleransi,” ujarnya.
Untuk itu, ia mengajak kepada seluruh elemen pemuda di Sulut untuk memperbanyak literasi.
Bahkan, saat bicara tentang gender di Indonesia, menurut Mitha sudah final. Dia mencontohkan Presiden perempuan Indonesia seperti Megawati Soekarno Putri, kepala daerah perempuan di BMR hingga legislatif.
“Saya kira untuk ruang keterwakilan dari gender itu sangat terbuka,” tandas Mita.
Mitha juga menjelaskan tentang bagaimana peran pemuda dalam menanggapi sikap intoleransi, radikalisme, mengamalkan pancasila, Undang-undang dasar 1945 dan Bhineka Tunggal Ika.
Menariknya, pemaparan Mitha mendapat perhatian dan apresiasi semua peserta yang hadir pada FGD tersebut. Diketahui, peserta FGD adalah aktifis lintas organisasi kepemudaan dan keagamaan di Sulawesi Utara.
Mitha mendapat applause atau tepuk tangan dari semua peserta ketika selesai memaparkan konsep kepemudaan, toleransi, keberagaman, gender dan saran untuk pemuda di Sulut ke depan agar lebih baik lagi.(**)